Rahmad Agus Kota
Partai Keadilah Sejahtera (PKS) memang luar biasa. Langkah-langkah
politiknya memperlihatkan kecerdasan, keberanian dan kematangan dalam
berpolitik di dunia politik Indonesia.
“Badai Sapi” yang melanda PKS beberapa waktu lalu, meskipun belum
selesai, kini terasa mereda dan hanya meninggalkan “luka-luka lecet”.
Sampai sejauh ini PKS dapat mengatasinya dengan baik.
Malah kalau disimak lebih jauh, badai tersebut justru telah berhasil
melambungkan nama PKS, menjadi menu utama di berbagai media massa. Di
media kita ini, Kompasiana, keyword PKS berada diurutan teratas
pencaharian netizen di bulan lalu, dan kemungkinan besar untuk bulan ini
dan bulan berikutnya [Ketika Jokowi Dikalahkan PKS, Search Analytic Alexa].
Suka atau tidak, berdasarkan hipotesa yang didukung berbagai fakta, badai itu telah meningkatkan kepopulerannya.
Kemudian, PKS berhasil memperpanjang atau melanjutkan masa ketenaran ini
(yang secara tidak langsung diakibatkan oleh badai sapi) dengan
kekonsistenan dan keberaniannya sebagai partai yang pertama dalam
menolak rencana pemerintah untuk menaikkan BBM bulan ini.
Kekonsistenan akan sikapnya tersebut telah menarik simpati dari berbagai kalangan, diantaranya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) [Republika], dan diikuti oleh penolakan partai-partai lainnya yaitu PDIP , Gerindra dan Hanura [VivaNews/Tempo].
Selanjutnya PKS dengan tenang dan bijaksana menghadapi berbagai caci
maki dan hinaan atas sikapnya tersebut (terutama dari elit Partai
Demokrat, lagi, justru meningkatkan simpati sebagian rakyat kepada PKS)
karena posisi PKS yang berada dalam partai koalisi pimpinan SBY. Padahal
kalau diteliti secara seksama, PKS tidak ada melanggar isi perjanjian
koalisi [Kompas].
Tidak ada disebutkan bahwa PKS harus selalu menyepakati kebijaksanaan
koalisi. PKS tidak ada menyerang dan mendiskreditkan partai lain. Tidak
ada kewajiban bagi PKS untuk mengundurkan diri apabila berbeda dengan
keputusan partai-partai lain dalam koalisi, kecuali atas keputusan
pimpinan koalisi.
Hingga hari ini belum ada keputusan resmi untuk mengeluarkan PKS oleh
pemimpin koalisi, sepertinya SBY takut terhadap akibat keputusannya
apabila ia mengeluarkan PKS dari koalisi.
Sungguh sangat menarik sekali ucapan Hidayat Nurwahid dalam menyikapi
hal ini, bahwa normal menggunakan kaki dua, karena kalau satu kaki
berarti pincang [Kompas]. Selain itu beliau juga menegaskan bahwa PKS bukan bawahan Partai Demokrat [Kompas].
PKS tetap menjaga jati dirinya, meskipun berkoalisi dengan partai-partai lain.
Well Dear Readers…
Sungguh PKS merupakan partai yang disegani dan sangat berpengaruh dalam
dunia politik di Indonesia, yang dapat dilihat banyaknya pembahasan
mengenai sepak terjang PKS, dari pernyataan-pernyataan elit-elit politik
dan dari opini-opini rakyat di berbagai media massa.
Menyimak kebijaksanaan-kebijaksanaannya yang sangat cerdas ini, masuk
akal, Presiden PKS, Anis Matta, memiliki keyakinan bahwa PKS akan
mencapai tiga besar dalam pemilu tahun depan [Detik].
Salam Hangat Sahabat Kompasianers ^_^
0 komentar:
Posting Komentar