Jumat, 21 Juni 2013

Ketua DPR-RI Paling Aneh Dan Konyol, Mengesahkan RAPBN Tapi Tidak Tahu Isinya...

marzuki alie dianggap pengkhianat
Marzuki Alie ( Demokrat ) dianggap pengkhianat


Ketua DPR Marzuki Alie dan Wakilnya Pramono Anung mengaku tidak mengetahui adanya perencanaan pemberian dana senilai Rp 155 miliar untuk Lapindo. Pengakuan kedua pimpinan DPR ini dirasa janggal. Berbagai kritikan tajam pun terlontar kepada para pimpinan wakil rakyat tersebut.
Menkokesra Agung Laksono mengatakan sebagai pemimpin DPR harusnya kedua orang itu mengetahui apa-apa saja yang dibahas dalam anggaran.
"Saya kira itu sudah dibahas dalam di rapat-rapat DPR. Jadi saya kira kalau sudah diputuskan semua wajib mengetahui. Tidak ada yang tidak tahu. Sehingga itu sudah diputuskan DPR, harus diketahui dalam pembahasan seperti itu," kata Agung di Kemenkokesra, Rabu (19/6) kemarin.
Agung mencontohkan sewaktu dirinya menjadi Ketua DPR, dia mengetahui semua apa yang dibahas dalam RAPBN. Tidak ada alasan bagi seorang ketua untuk tidak mengetahuinya. "Kalau saya dulu jadi Ketua DPR, harus begitu," ujarnya.
Wakil Ketua DPR Pramono Anung berani bersumpah dirinya tak mengetahui adanya pasal Lapindo dalam RUU APBN-P 2013. Dia baru tahu, saat pembahasan RUU tersebut dibawa dalam lobi-lobi rapat paripurna di DPR, Senin (17/6) lalu.
"Sebagai pimpinan, saya baru mengetahui hal ini di forum lobi. Di sebelumnya, enggak tahu sama sekali. Kalau perlu sumpah Tuhan saya berani," kata Pramono di Komplek Parlemen, Senayan Jakarta.
Menurut Pramono, kalau pun Pasal 9 RUU APBN-P 2013 yang disebut sebagai pasal Lapindo tersebut diubah, tentu bakal mempengaruhi semua konstruksinya. Selain dirinya, Pramono juga menjelaskan kalau Ketua DPR Marzuki Alie baru mengetahui saat rapat lobi-lobi tersebut.
"Mungkin karena pimpinan enggak diinformasikan secara lengkap. Malah saya yakin Pak Marzuki Alie baru tahu di forum itu (lobi)," ungkapnya.
Politikus PDIP Hendrawan Supratikno bahkan menduga ada korelasi dengan Golkar yang mendukung kenaikan BBM.
"Saya rasa ada korelasi antara dukungan Golkar terhadap APBNP 2013 dengan Pasal 9 (RUU APBN-P). Tetapi apakah pasal 9 ini dijadikan pra kondisi bagi Golkar untuk berikan dukungan, kita bisa menyampaikan dugaan. Tapi korelasinya pasti ada," kata Hendrawan yang juga anggota Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (19/6).
Hendrawan menilai, adanya kewajiban pemerintah mengeluarkan Rp 155


miliar yang tertuang dalam RUU, merupakan tambahan dana untuk menangani dampak lumpur Lapindo. Seharusnya, porsi tanggung jawab kasus Lapindo tak bisa sepenuhnya ditanggung pemerintah.
"Munculnya lumpur ini karena kelalaian saat mengebor, tentu kita tidak bisa menjadikan tanggung jawab sepenuhnya dari pemerintah, konsekuensi APBN yang menanggung," lanjutnya.
Munculnya pasal Lapindo diduga karena adanya tekanan politik. Saat ini Partai Golkar dinilai partai kuat, dan jaringan yang juga kuat. Karena aspek itu, pemerintah sangat memperhitungkan Golkar.
"Kan saat di paripurna disebut-sebut suara Golkar suara rakyat, tapi kali ini berbeda, suara Golkar beda dengan suara rakyat. Golkar kan seperti itu, yang lain berkeringat, Golkar tidak berkeringat, dapat jatah yang lebih besar," ujarnya.
Setelah anggaran penanganan dampak lumpur Rp 155 miliar yang termaktub dalam RUU APBNP 2013 disetujui di paripurna, kini Komisi V DPR menyetujui pagu anggaran untuk Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) tahun anggaran 2014 sebesar Rp 845,1 miliar.
"Untuk Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo 2014, yang diajukan sebesar Rp 845,129 miliar, pagu RKP sesuai yang diajukan," kata Ketua Komisi V DPR, Laurens Bahang Dama saat membacakan kesimpulan rapat kerja dengan mitra Komisi V DPR RI di Gedung DPR, Senayan Jakarta, Rabu (19/6).
Sebelumnya diberitakan, pemerintah sudah menggelontorkan anggaran untuk penanggulangan lumpur Lapindo hingga total sebanyak Rp 6,2 triliun. Anggaran itu dihitung mulai 2008 hingga 2013. Sementara alokasi anggaran pada 2007, sebesar Rp 505 miliar, diambil dari pos anggaran darurat.
"Yang dihitung menggunakan APBN itu mulai 2008. Tapi kalau 2007, waktu itu BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo) belum bisa mengajukan anggaran sendiri," kata Humas BPLS Dwinanto Prasetyo, Rabu (19/6).
Prasetyo merinci, pada 2007 anggaran darurat yang dicairkan untuk penanggulangan lumpur mencapai Rp 505 miliar. Sementara alokasi APBN 2008 sebesar Rp 1,1 triliun, 2009 sebesar Rp 1,147 triliun, 2010 sebesar Rp 1,216 triliun, 2011 sebesar Rp 1,286 triliun, 2012 sebesar Rp 1,533 triliun dan 2013 sebesar Rp 2,256 triliun.
Selain menyetujui pagu anggaran untuk penanganan lumpur Lapindo, Komisi V DPR juga menyetujui pagu anggaran sejumlah mitra kerja di pemerintah untuk 2014. Kementerian Pekerjaan Umum Rp 68,714 triliun, Kementerian Perhubungan Rp 33,558 triliun, Kementerian Perumahan Rakyat Rp 4,264 triliun, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal Rp 1,130 triliun.


 Sumber: merdeka

Unknown

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation.

0 komentar:

 

Copyright @ 2015