Jumat, 21 Juni 2013

Opini Publik: PKS Partai yang Berkarakter dan Tidak Pragmatis Harus Kita Acungi Jempol


image

Semarang- Indonesia akan menjadi lebih cerdas dan tidak menjadi korban pembohongan publik jika banyak orang-orang kritis seperti mas toto dalam komentarnya di sebuah media berita tvonenews.tv. Banyak media berita di Indonesia yang kurang berani independen dalam menyampaikan berita. Termasuk pada kasus PKS akhir-akhir ini yang kesannya selalu buruk sehingga memunculkan banyak statemen negatif.

Publik yang cerdas dan cermat dalam mendapatkan berita mungkin akan menyaring beritanya sebelum dia telaah lebih lanjut, namun sayangnya tidak banyak publik yang seperti itu sedangkan masyarakat kita adalah masyarakat konsumtif sehingga berita praktis mudah dipercaya.

Ini kutipan dari komentarnya:

Menarik untuk mencermati langkah-langkah yang diambil oleh PKS akhir-akhir ini. Setelah lebih kurang 3 bulan lamanya, sejak penahanan mantan Presiden PKS, para elitnya membatasi diri untuk tidak memberikan komentar sedikitpun terhadap kasus yang sedang dialami oleh LHI. Namun saat ini, setelah kejadian upaya penyitaan yang dilakukan oleh KPK terhadap mobil-mobil yang diduga berkaitan dengan LHI di kantor DPP PKS, seolah telah merubah pola permainan PKS 180 derajat dari strategi yang sebelumnya dilakukan.

Mengakomodasi prinsip Tsun Zhu dalam bukunya, “The Art Of War”. “Pertahanan yang terbaik adalah menyerang”. Maka menyerang, itulah strategi yang diterapkan PKS dalam kasus yang menimpa mantan presidennya saat ini.

Padahal, seandainya kita berfikir sejenak, strategi yang dilakukan PKS 'sebelumnya' terlihat berjalan cukup efektif. Setidaknya ada beberapa indikator yang menunjukkan tentang efektifitas langkah yang diambil PKS tersebut.

Yang pertama, tidak terjadinya demoralisasi secara massif terhadap kader dan konstituennya. Bahkan kalangan kader dan grass rootnya terlihat semakin solid dalam melakukan kerja kepartaiannya.

Yang kedua, dimenangkannya pilkada di dua provinsi besar, yaitu jawa barat dan Sumatra utara. Walaupun hal ini dibantah oleh banyak pengamat bahwa peran partai sangat kecil dalam kemenangan suatu pilkada, namun disinilah penulis banyak melihat ketidak konsistenan konstruksi berfikir para pengamat. Sebagai contoh, mereka memandang kekalahan Dede Yusuf dalam pilkada jabar sangat dipengaruhi oleh buruknya pencitraan media terhadap partai yang mengusung Dede Yusuf yaitu PD. Akan tetapi berbalik di dalam mensikapi kemenangan Aher, mereka menafikan adanya pengaruh partai terhadap partai yang mengusung Aher, yaitu PKS.

Kembali kepada perubahan strategi yang saat ini diambil oleh PKS. Penulis melihat, seolah pilihan politik yang diambil PKS ini sangat berlawanan terhadap konstruksi arus berfikir publik. Tindakan PKS yang melaporkan beberapa “oknum” KPK kepada mabes Polri, terkesan PKS sedang kehilangan nalar politiknya. Sehingga banyak memunculkan komentar, baik dari kalangan pengamat maupun dari sesama aktivis politik lainnya seperti, “PKS sedang berupaya melakukan kriminalisasi terhadap KPK”, “PKS sedang melakukan bunuh diri politik”, “PKS akan ditinggalkan pemilihnya pada 2014 nanti”, dan segala macam bentuk komentar lainnya. Kehadiran sekjen PKS bersama koleganya ke mabes Polri, seolah mengkonfirmasi kepada public bahwa mereka sangat meyakini dengan mantap langkah yang sedang mereka tempuh meskipun berlawanan dengan arus public.

Apakah ini menunjukkan bahwa keputusan PKS yang diambil oleh para elitnya adalah keputusan yang tidak cerdas, emosional dan tidak berdasar logika yang sehat? Penulis yakin, para elit PKS tentu tidak sebodoh dan sedangkal itu cara berfikirnya. Mungkin inilah cara PKS dalam berstrategi, sebagaimana yang dikatakan Presidennya yang baru, Anis Matta, ”kita berfikir tidak mengikuti sebagaimana kebanyakan orang maupun pengamat berfikir”.

Lalu apa sebenarnya yang melatar belakangi, sehingga PKS nampak begitu percaya diri untuk menerjang arus publik yang selama ini memposisikan KPK sebagai lembaga yang ”sakral”? Maka kemudian, pihak manapun yang berdiri berhadapan dengan institusi KPK, dipandang sebagai upaya pelemahan terhadap lembaga super body tersebut atau bahasa lain, “corruptor fight back”. Dari sudut inilah, maka penulis mencoba untuk menyelami, bagaimana konstruksi berfikir PKS dengan sudut pandang yang berbeda.

Yang pertama, hubungan antara elit PKS maupun para kadernya, memiliki ikatan kepercayaan yang sangat kuat. Kalangan kader grass root memandang, keputusan apapun yang diambil oleh pemimpinnya akan berimplikasi pada kemaslahatan bersama meskipun keputusan itu melawan arus public. Sehingga apapun dampak yang akan muncul di kemudian hari, mereka akan siap menghadapinya. Dan setiap kader akan berfungsi sebagai supporting system untuk memenangkan opini public yang diambil oleh para elitnya.

Yang kedua, PKS ingin menunjukkan diri kepada publik sebagai partai yang berkarakter. Saat ini hampir tidak ada satu institusipun yang berani berhadapan secara frontal dengan KPK meskipun pihak yang melakukan kesalahan adalah KPK. Apa lagi Partai Politik, karena bagi mereka, upaya untuk melawan KPK sama saja menggali kuburan mereka sendiri terutama ketika semakin mendekati pemilu. Maka dari sini penulis meyakini, konsistensi PKS untuk melakukan otokritik terhadap KPK suatu saat akan mampu membuka dan membalikkan mata publik dalam memandang KPK. Apa lagi upaya pembentukan opini public ini didukung oleh seluruh kadernya yang konon berjumlah 1,5 juta orang. Seandainya pembentukan public opini ini dilakukan secara massif oleh seluruh kadernya baik melalui forum diskusi, obrolan warung kopi, social media dan lain sebagainya, maka hanya masalah waktu bagi PKS untuk memetik hasilnya.

Ketiga, PKS ingin melakukan edukasi terhadap masyarakat termasuk para pengamat politik. Bahwa di dalam negara demokrasi, tidak boleh ada satu institusipun yang berjalan tanpa kontrol, termasuk institusi hukum. Karena kekuasaan yang tanpa control bisa menimbulkan tindakan “abuse of power” (penyalahgunaan kekuasaan). Lembaga tersebut bisa digunakan untuk menekan lawan politik, pelanggaran terhadap hak-hak individu dan lain sebagainya. Dukungan terhadap pemberantasan korupsi tidak berarti kita harus menutup mata terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga pemberantas korupsi tersebut. Harus ada kritik dan pengawasan dari masyarakat agar mereka terhindar dari tindakan abuse of power.

Setidaknya dalam jangka pendek, penulis mengamati efektivitas perubahan strategi yang dilakukan oleh PKS. Ini terlihat dari tidak berkembangnya isu liar secara massif tentang opini pembubaran PKS yang dilakukan pertama kali oleh ICW. Maka upaya PKS ini harus kita acungi jempol. Keberanian mereka untuk melawan arus opini public menunjukan bahwa PKS adalah partai yang berkarakter dan tidak pragmatis. Masih ada waktu setahun bagi kita untuk melihat, apakah PKS akan sukses memetik hasil dari strateginya pada pemilu 2014 nanti? Wallahu ‘alam Bishshowab.

Mas Toto
Komunitas Indonesia PFootscray, Melbourne.

Sumber: tvonenews

Unknown

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation.

0 komentar:

 

Copyright @ 2015