Semarang- Indonesia
akan menjadi lebih cerdas dan tidak menjadi korban pembohongan publik jika
banyak orang-orang kritis seperti mas toto dalam komentarnya di sebuah media
berita tvonenews.tv. Banyak media berita di Indonesia yang kurang berani
independen dalam menyampaikan berita. Termasuk pada kasus PKS akhir-akhir ini
yang kesannya selalu buruk sehingga memunculkan banyak statemen negatif.
Publik yang cerdas dan cermat dalam
mendapatkan berita mungkin akan menyaring beritanya sebelum dia telaah lebih
lanjut, namun sayangnya tidak banyak publik yang seperti itu sedangkan
masyarakat kita adalah masyarakat konsumtif sehingga berita praktis mudah
dipercaya.
Ini kutipan dari komentarnya:
Menarik untuk mencermati langkah-langkah
yang diambil oleh PKS akhir-akhir ini. Setelah lebih kurang 3 bulan lamanya,
sejak penahanan mantan Presiden PKS, para elitnya membatasi diri untuk tidak
memberikan komentar sedikitpun terhadap kasus yang sedang dialami oleh LHI.
Namun saat ini, setelah kejadian upaya penyitaan yang dilakukan oleh KPK
terhadap mobil-mobil yang diduga berkaitan dengan LHI di kantor DPP PKS, seolah
telah merubah pola permainan PKS 180 derajat dari strategi yang sebelumnya
dilakukan.
Mengakomodasi prinsip Tsun Zhu dalam
bukunya, “The Art Of War”. “Pertahanan yang terbaik adalah menyerang”. Maka
menyerang, itulah strategi yang diterapkan PKS dalam kasus yang menimpa mantan
presidennya saat ini.
Padahal, seandainya kita berfikir
sejenak, strategi yang dilakukan PKS 'sebelumnya' terlihat berjalan cukup
efektif. Setidaknya ada beberapa indikator yang menunjukkan tentang efektifitas
langkah yang diambil PKS tersebut.
Yang pertama, tidak terjadinya
demoralisasi secara massif terhadap kader dan konstituennya. Bahkan kalangan
kader dan grass rootnya terlihat semakin solid dalam melakukan kerja
kepartaiannya.
Yang kedua, dimenangkannya pilkada di
dua provinsi besar, yaitu jawa barat dan Sumatra utara. Walaupun hal ini
dibantah oleh banyak pengamat bahwa peran partai sangat kecil dalam kemenangan
suatu pilkada, namun disinilah penulis banyak melihat ketidak konsistenan
konstruksi berfikir para pengamat. Sebagai contoh, mereka memandang kekalahan
Dede Yusuf dalam pilkada jabar sangat dipengaruhi oleh buruknya pencitraan
media terhadap partai yang mengusung Dede Yusuf yaitu PD. Akan tetapi berbalik
di dalam mensikapi kemenangan Aher, mereka menafikan adanya pengaruh partai
terhadap partai yang mengusung Aher, yaitu PKS.
Kembali kepada perubahan strategi yang
saat ini diambil oleh PKS. Penulis melihat, seolah pilihan politik yang diambil
PKS ini sangat berlawanan terhadap konstruksi arus berfikir publik. Tindakan
PKS yang melaporkan beberapa “oknum” KPK kepada mabes Polri, terkesan PKS
sedang kehilangan nalar politiknya. Sehingga banyak memunculkan komentar, baik
dari kalangan pengamat maupun dari sesama aktivis politik lainnya seperti, “PKS
sedang berupaya melakukan kriminalisasi terhadap KPK”, “PKS sedang melakukan
bunuh diri politik”, “PKS akan ditinggalkan pemilihnya pada 2014 nanti”, dan
segala macam bentuk komentar lainnya. Kehadiran sekjen PKS bersama koleganya ke
mabes Polri, seolah mengkonfirmasi kepada public bahwa mereka sangat meyakini
dengan mantap langkah yang sedang mereka tempuh meskipun berlawanan dengan arus
public.
Apakah ini menunjukkan bahwa keputusan
PKS yang diambil oleh para elitnya adalah keputusan yang tidak cerdas,
emosional dan tidak berdasar logika yang sehat? Penulis yakin, para elit PKS
tentu tidak sebodoh dan sedangkal itu cara berfikirnya. Mungkin inilah cara PKS
dalam berstrategi, sebagaimana yang dikatakan Presidennya yang baru, Anis
Matta, ”kita berfikir tidak mengikuti sebagaimana kebanyakan orang maupun
pengamat berfikir”.
Lalu apa sebenarnya yang melatar
belakangi, sehingga PKS nampak begitu percaya diri untuk menerjang arus publik
yang selama ini memposisikan KPK sebagai lembaga yang ”sakral”? Maka kemudian,
pihak manapun yang berdiri berhadapan dengan institusi KPK, dipandang sebagai
upaya pelemahan terhadap lembaga super body tersebut atau bahasa lain,
“corruptor fight back”. Dari sudut inilah, maka penulis mencoba untuk
menyelami, bagaimana konstruksi berfikir PKS dengan sudut pandang yang berbeda.
Yang pertama, hubungan antara elit PKS
maupun para kadernya, memiliki ikatan kepercayaan yang sangat kuat. Kalangan
kader grass root memandang, keputusan apapun yang diambil oleh pemimpinnya akan
berimplikasi pada kemaslahatan bersama meskipun keputusan itu melawan arus public.
Sehingga apapun dampak yang akan muncul di kemudian hari, mereka akan siap
menghadapinya. Dan setiap kader akan berfungsi sebagai supporting system untuk
memenangkan opini public yang diambil oleh para elitnya.
Yang kedua, PKS ingin menunjukkan diri
kepada publik sebagai partai yang berkarakter. Saat ini hampir tidak ada satu
institusipun yang berani berhadapan secara frontal dengan KPK meskipun pihak
yang melakukan kesalahan adalah KPK. Apa lagi Partai Politik, karena bagi
mereka, upaya untuk melawan KPK sama saja menggali kuburan mereka sendiri
terutama ketika semakin mendekati pemilu. Maka dari sini penulis meyakini,
konsistensi PKS untuk melakukan otokritik terhadap KPK suatu saat akan mampu
membuka dan membalikkan mata publik dalam memandang KPK. Apa lagi upaya
pembentukan opini public ini didukung oleh seluruh kadernya yang konon
berjumlah 1,5 juta orang. Seandainya pembentukan public opini ini dilakukan
secara massif oleh seluruh kadernya baik melalui forum diskusi, obrolan warung
kopi, social media dan lain sebagainya, maka hanya masalah waktu bagi PKS untuk
memetik hasilnya.
Ketiga, PKS ingin melakukan edukasi
terhadap masyarakat termasuk para pengamat politik. Bahwa di dalam negara
demokrasi, tidak boleh ada satu institusipun yang berjalan tanpa kontrol,
termasuk institusi hukum. Karena kekuasaan yang tanpa control bisa menimbulkan
tindakan “abuse of power” (penyalahgunaan kekuasaan). Lembaga tersebut bisa
digunakan untuk menekan lawan politik, pelanggaran terhadap hak-hak individu
dan lain sebagainya. Dukungan terhadap pemberantasan korupsi tidak berarti kita
harus menutup mata terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga pemberantas
korupsi tersebut. Harus ada kritik dan pengawasan dari masyarakat agar mereka
terhindar dari tindakan abuse of power.
Setidaknya dalam jangka pendek, penulis
mengamati efektivitas perubahan strategi yang dilakukan oleh PKS. Ini terlihat
dari tidak berkembangnya isu liar secara massif tentang opini pembubaran PKS
yang dilakukan pertama kali oleh ICW. Maka upaya PKS ini harus kita acungi
jempol. Keberanian mereka untuk melawan arus opini public menunjukan bahwa PKS
adalah partai yang berkarakter dan tidak pragmatis. Masih ada waktu setahun
bagi kita untuk melihat, apakah PKS akan sukses memetik hasil dari strateginya
pada pemilu 2014 nanti? Wallahu ‘alam Bishshowab.
Mas Toto
Komunitas Indonesia PFootscray,
Melbourne.
Sumber: tvonenews
0 komentar:
Posting Komentar