Gaya hidupnya high class pun dicapai dengan
paradigma Islami, juga dengan kerja keras dan merubah mindset orang kampung
jadi Pengusaha Sukses..
Saya punya 1 halaqah yang terdiri dan anak-anak
LIPIA, Mereka datangnya dari kampung, dari pesantren semuanya. Saya tahu mereka
ini membawa background, di backmindnya itu ada psikologi orang kampung yang
tidak pernah bermimpi menjadi orang kaya. Saya tanya kamu nanti setelah selesai
dari LIPIA mau kemana? Mereka bilang Insya Allah kita mau pulang ke kampung
mengajar di Ma’had, mengajar Bahasa Arab, Suatu hari saya ajak mereka, hari ini
tidak ada liqa’, tapi saya tunggu kalian di Hotel Mulia. Saya ada di suatu
tempat dan mereka tidak melihat saya. Saya suruh mereka berdiri saja di lobby.
Mereka datang pakai ransel karena mahasiswa datang pakai ransel, diperiksa lama
oleh security. Karena penampilannya sebagai orang miskin dicurigai membawa bom.
Saya lihat dari atas. Itu masalah strata, kalau antum datang pakai jas dan dasi
tidak ada yang periksa antum di situ, karena yang datang pakai ransel tampang
kumuh. Kemudian mereka bertanya di mana antum ustadz, saya bilang antum tunggu
saja di situ. Saya dekat dengan mereka tapi mereka tidak melihat, saya hanya
memperhatikan apa yang mereka lakukan. Kira-kira 2 jam mereka saya suruh di
situ, mondar-mandir di lobby. Minggu depan saya tanya apa yang antum lihat
disana. Orang lalu lalang, jawab mereka.
Saya tanya, pertama, apakah ada satu orang yang
lalu lalang yang antum lihat yang mukanya jelek, dia bilang tidak ada. Semuanya
ganteng-ganteng semuanya cantik-cantik. Jadi ada korelasi antara wajah dan
kekayaan, Makin kaya seseorang makin baik wajahnya. Kedua, ada tidak yang
memakai pakaian yang tidak rapi kecuali antum. Dia bilang tidak ada, semuanya
rapi. Jadi dengan latihan seperti ini pikirannya sedikit mulai terbuka. Karena
ia membawa bibit dalam pikirannya untuk menjadi orang miskin. Sekarang
alhamdulillah mereka bertiga sekarang ini sedang kuliah di Ul ambil S2 Ekonomi
Islam.
Ikhwah sekalian jadi kita perbaiki insting kita.
Pertama kali kita perbaiki tsaqafah kita. Jadi hadirkan buku-buku itu ke dalam
rumah dan mulai dari sekarang anak-anak kita juga mulai diajari tentang uang.
Ikutilah kursus-kursus tentang enterpreneurship supaya kita dapat memperbaiki
dulu citra kita tentang uang.
Kedua, menyiapkan diri untuk menjadi kaya.
Orang-orang kaya yang bijak itu mempunyai nasehat yang bagus, mereka mengatakan
“sebelum Anda menjadi kaya latihanlah terlebih dahulu menjadi kaya”. Hiduplah dengan
hidup gaya orang kaya. Orang kaya itu optimis. Bagi orang kaya biasanya tidak
ada yang susah. Bagi mereka semuanya mungkin, karena itu mereka selalu optimis.
Jadi yang harus dihilangkan dari kita itu adalah pesimis. Saya punya seorang
teman sekarang menjadi kaya, dia datang ke Jakarta hanya sebagai pelatih karate
dan tidak ada duitnya, tapi supaya tidak ketahuan oleh istrinya bahwa dia tidak
punya pekerjaan, setiap habis sholat subuh dia pergi lari olahraga, setelah itu
dia memakai pakaian rapi lalu keluar rumah. Dia juga tidak tahu mau kemana yang
penting ke luar rumah. Istrinya tidak tahu kalau dia tidak punya pekerjaan.
Nanti di jalan baru ditentukan siapa yang dia temui hari ini.
Langkah pertama perbaiki dahulu sirkulasi darah
kita, olahraga dulu, supaya wajah segar makan yang banyak. Banyaklah makan yang
enak, daging. Sering-sering makan yang enak. Menurut Utsman bin Affan makanan
paling enak itu adalah kambing muda. Setiap hari mereka makan kambing muda.
Makan yang enak, olah raga yang bagus supaya wajah kita berseri. Syeikh
Muhammad Al-Ghozali dalam kitab Jaddid Hayataka mengatakan kenapa orang-orang
Barat itu pipinya merah, karena sirkulasi darahnya bagus, gizinya bagus.
Sedangkan kita orang-orang timur kalau ketemu itu auranya pesimis, tidak ada
harapan. Biasakanlah kalau orang ketemu kita ada harapan yang terlihat, makanya
kalau pilih warna baju pilihlah yang cerah-cerah, Ibnu Taimiyah mengatakan ada
hubungan antara madzhab dan batin kita, pakaian apa yang kita pakai itu
mempengaruhi kondisi kejiwaan kita. Jangan pakai pakaian orang tua. Ada anak
umur 25 tahun pakaiannya pakaian orang tua, bagaimana nanti kalau umurnya 50
tahun pakaiannya seperti apa. Tampillah sebagai anak muda. Cukur rambut yang
bagus, cukur kumis yang rapi janggut dirapikan. Rapi, supaya kita kelihatan ada
optimisms. Belajarlah sedikit latihan menatap supaya sorotan mata kita kuat,
perlu sedikit latihan menatap. Misalnya di pagi hari atau sore hari menjelang
matahari terbenam, antum tatap matahari dan tidak berkedip matanya. Kalau bisa
antum bertahan 1 menit itu bagus, Latihan saja sendiri. Di dalam kamar ambil
lilin, matikan lampu, antum tatap itu lilin dan matanya tidak berkedip dan
tidak berair. Nanti kaiau sudah terbiasa pandangan matanya kuat. Jadi kalau
olahraga teratur, sirkulasi udara bagus, pikiran jadi segar, tsaqafah kita
bertambah mulai memakai pakaian yang cerah-cerah. Makanya Rasulullah itu
senangnya memakai baju putih. Jangan pakai yang gelap-gelap atau warna yang
tidak menunjukan semangat hidup. Jangan juga berpenampilan seperti orang tua.
Sekadar untuk menunjukkan kita ini kelompok orang-orang shaleh kita pakai baju
taqwa, itu pakaian orang Cina, pakailah baju yang segar agar dapat menunjukkan
bahwa kita ada semangat. Walaupun Anda sudah berumur pun tetap pakai pakaian
yang muda, jangan berpenampilan tua, Artinya kita harus merendahkan diri, sebab
uban tanpa diundang dia akan datang. Tadi tidak perlu menua-nuakan diri dengan
sekadar tampil kelihatan dewasa, tua, bijak. Tampillah sebagai anak muda yang
gesit dan optimis.
Ketiga, bergaullah dengan orang-orang kaya,
perbanyak teman-teman antum dan kalangan tersebut. Ini tidak bertentangan
dengan hadits yang mengatakan dalam bab rezeki lihatlah kepada yang dibawah dan
jangan lihat kepada yang di atas. Antum tidak sedang tamak ke hartanya, tetapi
antum sedang belajar kepada mereka. Dahulu saya suka ceramah di kalangan
orang-orang kaya. Waktu saya ceramah di rumahnya Abu Rizal Bakrie yang saat itu
sedang berduit-duitnya, saya duduk dalam 1 karpet, ketika krismon pada waktu
itu, sekretarisnya bilang pada waktu itu, tahu tidak berapa harga karpet ini.
Saya bilang tidak tahu, saya pikir sejadah biasa. Dia bilang karpet ini
harganya 100 ribu dollar. Karpet kecil harganya 1,6 M. Waktu saya selesai
ceramah dikasih amplop, amplopnya tipis. Saya bilang sama sekretarisnya. Ini
amplop kembalikan kepada dia. Bilang sama beliau saya cuma ingin berkawan
dengan dia. Dia belajar agama sama saya, saya belajar dunia sama dia. Kalau
saya terima ini, nanti saya dianggap ustadz dan dia tidak dengar kata-kata
saya. Saya mau bersahabat dengan dia. Jangan kasih saya amplop lain kali.
Supaya kita bergaul. Setiap kali saya datang ke kelompok yang pengusaha kaya
itu saya selalu menolak, saya tidak terima ini saya ingin bergaul dengan bapak,
saya ingin jadi teman.
Alhamdulillah dari situ saya banyak teman dari
kelompok orang-orang kaya, dan kalau datang kita belajar, saya bertanya sama
mereka kenapa begini, bagaimana caranya, bertanya kita belajar. Memang di
jurusan saya dia belajar dari saya kalau ada yang perlu didoakan panggil saya,
bisa. Tapi kan saya tidak punya ilmu bikin duit sebelumnya, saya perlu belajar
dari orang yang ahli. Jadi dalam bab itu saya murid, dalam bab saya dia murid.
Jangan karena kita sering ceramah, terus semua orang kita anggap murid dalam
segala aspek.
Saya bergaul dengan orang-orang kaya dan saya
belajar dengan mereka. Saya belajar bagaimana caranya bikin duit, bagaimana
caranya bikin perusahaan sama-sama dan saya tidak malu. Bergaul dengan mereka
itu dari sekarang. Jangan tamak pada hartanya tetapi ambil ilmunya. Jangan
minder bergaul dengan orang kaya seperti itu. Awal lahirnya reformasi, setelah
kalah dalam pemilu 1999, kita Poros Tengah kumpul di rumahnya Fuad Bawazir.
Semua orang diam, ada Amin Rais, Yusril, semuanya diam karena main. Karenanya
kita semuanya kalah, tadinya sombong semua. Pak Amin Rais mengatakan sebelum
pemilu, “Nanti Golkar kita lipat-lipat, kita tekuk-tekuk, kita kuburkan di masa
lalu.” Tidak tahunya Golkar masih di nomor 2. Partainya Pak Amin rendah perolehan
suaranya. Suara umat Islam rendah, Jadi berkumpulah orang-orang kalah ini
selama 2 hari. Waktu itu Pak Amin sedang dikejar-kejar terus oleh Dubes Amerika
untuk membuat pernyataan bahwa pemenang pemilu legislatif yang paling layak
jadi Presiden, tapi Pak Amin menghindar. Jadi saya datang ke rumah Pak Fuad
Bawazier, saya bilang Pak Fuad, saya ini bukang orang politik, saya ini ustadz.
Yang saya pelajari dalam syariat kita ini kalau kita sedang kalah seperti ini
jalan keluarnya adalah i’tikaf. Kita belajar banyak istighfar, tilawah dan
seterusnya. Jauhi dulu wartawan, mungkin dosa-dosa kita banyak sehingga kita
kalah. Dia bilang bener juga ya. Cuma kalau kita i’tikaf di Indonesia tetap
saja diketahui wartawan. Kalau begitu kita umrah, Antum ikut ya dari PKS umrah.
4 orang dari PAN, dari PKS sekitar 3 orang, 4 orang ini naik bisnis first
class, sedang kita dikasih ekonomi. Yang beli tiket dia soalnya. Mau diprotes
bagaimana. Kita cuma dihargai begini, terima apa adanya dahulu. Tapi waktu itu
kita dengan lugu datang menghadap Pak Fuad. Saya bilang Pak Fuad berapa harga
tiket First Class. Dia bilang pokoknya 2 kali lipat dari harga ekonomi. Jadi
kalau tiket ekonomi pada waktu itu 1000 dollar harga first class itu sekitar
2000 dollar. Kenapa kita tidak sama-sama di kelas ekonomi saja, dan selisihnya
kita infaqkan untuk orang miskin. Ini kan masyarakat kita lagi susah. Dia
ketawa dia bilang ya akhi, nanti ini ana infaq lagi insya Allah untuk orang
faqir, tapi ana tolong dong di first class tidak mungkin ana turun di kelas
bawah.
Kita tidak tahu apa nilai yang berkembang pada
orang kaya, kenyamanan itu adalah nilai pada mereka. Mereka menghemat energi,
tenaga. Dan, angka besar pada kita itu angka kecil bagi mereka. Uang 1 milyar 2
milyar itu uang jajan. Kalau kita, belum tentu punya tabungan sampai mati
sejumlah itu. Itu masalah cita rasa. Cita rasa pada orang kaya itu berbeda. Ini
yang kita pelajari, yang dianggap besar oleh mereka itu adalah ini. Dengan
begitu kita menjiplak sedikit emosinya. Karena dalam pergaulan itu, kalau kita
bergaul dengan seseorang itu, kalau bukan api dia parfum, Kalau dia parfum dia
menyebarkan wangi, kalau dia api menyebarkan panas, Orang jahat itu api, kalau
anturn dekat-dekat akan menyebarkan panas. Orang baik itu parfum, kalau antum dekat-dekat
setidak-tidaknya bau badan kita tertutupi oleh parfum tersebut. Jadi ikut-ikut
karena kita ingin perbaiki selera. Jadi antum kalau punya waktu-waktu kosong
jalang-jalanlah ke mall, lihat-lihat orang kaya tidak usah belanja, liha-lihat
saja dulu, memperbaiki selera. Datang ke showroom mobil, datang ke pameran
mobil, lihat-lihat pegang-pegang. Rajinlah berdo’a. Bergaullah dengan orang
kaya.
Selain itu, rajinlah berinfaq walaupun kita
miskin. Gunanya apa? Supaya antum tetap mengganggap uang itu kecil dan supaya
tidak ada angka besar dalam fikiran kita. Misalnya kita punya tabungan 10 juta,
infaqkan. Supaya antum meneguhkan, mesti ada yang lebih besar dari ini. Jadi
angka itu terus bertambah di kepala kita, walaupun dalam kenyataannya belum.
Tetapi dengan berinfaq seperti itu, kita memperbaiki cita rasa kita tentang
angka. Bukan sekadar dapat pahala tetapi efek tarbawinya bagi kita akan
bertambah terus. Kita belum pernah merasakan bagaimana menginfaqkan mobil,
sekali waktu kita berusaha untuk menginfaqkan mobil. Begitu antum punya uang
sedikit terus berinfaq, terus seperti itu kita latih sambil menjaga jarak. Kita
membuat sirkulasi jadi bagus.
Kelima adalah mulailah melakukan bisnis real.
Terjun ke dalam bisnis secara langsung. Karena Rasulullah SAW mengatakan 9 per
10 rezeki itu ada dalam perdagangan. Saya juga ingin menasehati ikhwah-ikhwah
yang sudah jadi anggota DPR dan DPRD, jangan mengandalkan mata pencaharian dari
gaji DPR dan DPRD. Itu bahaya. Sebab belum tentu kader-kader di Riau ini nanti
masih menginginkan Pak Khairul untuk periode selanjutnya. Belum tentu juga
jama’ah menunjuk kita lagi sebagai anggota dewan, padahal gaya hidup sudah
berubah. Anak-anak kita kalau kenalan dengan orang, bapak saya anggota dewan
padahal itu hanya sirkulasi. Jadi setiap kali kita mendapatkan pendapatan dari
gaji karena pekerjaan seperti ini, kita-harus hati-hati itu bahaya. Jadi
pendapatan paling bagus itu tetap dari bisnis. Oleh karena itu, mulai sekarang
itu belajarlah terjun ke dunia bisnis.
Jatuh bangun waktu bisnis tidak ada masalah,
terus saja belajar. Tidak ada juga orang langsung jadi kaya. Yang antum perlu
terus berbisnis. Begitu juga dengan para ustadz, teruslah bisnis. Begitu juga
dengan seluruh pengurus DPW-DPD dan seterusnya. Teruslah berbisnis. Lakukan
bisnis sendiri. Sesibuk-sibuknya kita, kita perlu mempunyai bisnis sendiri
sekecil-kecilnya. Tidak boleh tidak. Itulah sumber rezeki yang sebenarnya.
Kalau antum mau kaya sumbernya adalah dagang. Rezeki itu datangnya dari 20
pintu, 19 pintu datangnya dari pedagang dan hanya 1 pintu untuk yang bekerja
dengan keterampilan tangannya, yaitu para professional. Misalnya akuntan itu
kan professional, pekerja pintar, tapi kalau sumber rezekinya satu makanya
uangnya terbatas. DPR juga begitu sumbernya satu, yakni gaji bulanan, itu hanya
5 tahun. Itu pun kalau tidak di PAW sebelumnya. Jadi kalau saya ketemu dengan
ikhwah dari dewan, hari-hati jangan sampai mengandalkan mata pencaharian dari
situ. Selain itu potongan dari DPP, DPW, DPD juga besar. Untuk ma’isyah sendiri
kita harus cari di sumber lain.
Waktu kita terjun ke bisnis, kita pasti gagal.
Gagal pertama, gagal kedua, gagal ketiga, gagal keempat tapi teruslah jangan
pernah putus asa. Saya punya partner bisnis. Dia mulai bisnis umur 16 tahun,
semua jenis pekerjaan sudah dia lakukan. Pada suatu waktu dia mempunyai 38
perusahaan tapi dari 38 perusahaan ini hanya 6 yang menghasilkan uang, Kita
lihat berapa ruginya. Jadi seringkali kita salah pandang terhadap orang kaya.
Kita pikir tangannya tangan dingin semua yang disentuh jadi uang. Ternyata
tidak juga.
Jadi hal-hal seperti itu harus kita hadapi secara
wajar jangan shock kalau rugi. Jangan berfikir dengan berdagang antum akan
cepat jadi kaya, yang menentukan antum cepat berhasil dalam dagang itu adalah
secepat apa antum belajar. Cara belajar itu ada dua: baca buku atau sekolah
atau bergaul dengan orang-orang sukses, nanti kalau sudah baca buku sudah
bergaul dengan orang sukses, masih gagal juga. Teruslah berdagang,
teruslah-bergaul, teruslah seperti itu karena setiap orang tidak tahu kapan
saatnya dia ketemu dengan momentum lompatannya.
by : Anis Matta, Lc (Soekarno Muda)
0 komentar:
Posting Komentar